Translate

Monday, June 30, 2014

Untuk Mereka Berdua yang Telah Memotivasiku

WARNING!
Kalo lu takut ketularan 'galau' dari gue, nggak usah baca blog ini. Soalnya, kalo lu ikutan galau juga, gue nggak bertanggung jawab, oke?

Tiap kali aku mengingat hari SBMPTN dan SIMAK UI, hati dan pikiranku akan diselimuti kabut kegundahan. Ujian tulis masuk PTN, khususnya Universitas Indonesia (UI) termasuk ujian yang bersih dari kecurangan, tetapi, juga dipenuhi berbagai-bagai hambatan yang teramat berat terutama bagi para calon mahasiswa baru. Pintu gerbang PTN telah berada di depan mata, mereka tinggal butuh satu langkah lagi untuk memasuki gerbang sejuta impian tersebut. Akan tetapi, jangan lupa, bayang-bayang hitam juga telah siap menyergap sekaligus menghalangi mereka untuk memasuki gerbang itu dan mewujudkan segala asa.

Di antara calon-calon mahasiswa baru tersebut, terdapat dua sosok yang begitu kukenal. Sempat memperebutkan satu kursi PTN melalui jalur SNMPTN, rupanya jalur tersebut belum menjadi jalan mereka memasuki gerbang sejuta impian itu. Apa boleh buat, mau tak mau mereka harus mengikuti ujian tulis karena semangat mereka begitu menggebu-gebu meraih impian—

—setidaknya hingga SIMAK UI berlalu.

Sosok pertama, sebut saja L, adalah teman sekolahku. Aku dan dia telah berteman cukup akrab sejak kelas 9 SMP. Sama-sama mengagumi budaya Jepang memudahkan kami untuk berteman baik. Pertemanan itu berlanjut ketika kami bersekolah di SMA yang sama. Pertemanan itu memang tidak berjalan konsisten pada awalnya, bahkan ada fase di mana kami hampir tidak pernah bertemu karena letak kelas kami yang cukup jauh. Lagipula, saat itu kami sempat tenggelam dalam rutinitas-sekolah-yang-membosankan. Meskipun demikian, ketika kami duduk di kelas 12 SMA, kami kembali akrab.

Kami mulai sama-sama memulai fase baru dalam relasi ini. Aku dan dia mulai semakin sering bertukar pikiran tentang impian-impian masa muda, salah satunya adalah menjadi mahasiswi perguruan tinggi negeri bahkan dia ingin bergelar Sarjana Sastra. Kami juga telah menyimpan asa untuk melanjutkan pendidikan perguruan tinggi tersebut hingga jenjang S2 bahkan S3 (aku memang harus bergelar Doktor jika ingin karierku berkembang, karena aku ingin menjadi dosen).

Sosok kedua, sebut saja N, adalah seorang teman yang kukenal di tempatku mendapat tambahan bimbingan belajar (bimbel)—saat itu, aku merasa persiapanku dalam menghadapi SBMPTN tidak cukup jika mengandalkan program pemantapan materi dari sekolah, jadi, aku mengikuti bimbingan belajar (bimbel) di luar sekolah—yang sejak SMP telah bercita-cita bergelar Sarjana Filsafat Universitas Indonesia. Tekad itu begitu terpatri di dalam hati dan pikiran, dan kini, ia sedang berjuang mendapatkan itu.

Akibat tidak lulus SNMPTN 2014, ia mengikuti SBMPTN dan SIMAK UI. Melalui Path, ia bercerita kepadaku bahwa kini setiap malam ia berkomunikasi secara pribadi kepada Sang Pencipta melalui doa-doa yang tulus dari dalam hatinya, agar Sang Pencipta senantiasa menguatkan hatinya. Dia berkata bahwa begitu banyak hambatan yang ia hadapi selama menjalani dua ujian tulis tersebut, namun hambatan terberat ia rasakan ketika melalui SIMAK UI.

Ada satu masa ketika mereka merasa lelah berjuang dan ingin mundur saja. Ada saja masa ketika sesuatu bernama pesimisme itu berusaha menguasai hati dan pikiran mereka, bahkan mereka hampir-hampir tak sanggup lagi melawan 'sosok' itu. Ketika itulah, aku berusaha menyuntikkan motivasi kepada mereka, seperti yang dulu selalu mereka lakukan kepadaku.

Ya, dahulu, kekuatan mentalku juga naik dan turun. Ada kalanya aku optimis, tetapi kadang-kadang, setelah usai menyelesaikan try out, sosok sialan bernama pesimis itu lagi-lagi menguasai pikiranku.

Ketika itulah, mereka menguatkanku. Aku masih ingat, ketika si L mengatakan, "yuk, kita sama-sama coba masuk UI. Ayolah, Tya! Teman-teman yang lain juga ikut mencoba, kok!" Ia berkata seraya tersenyum penuh harapan kepadaku.

Nona N itu bahkan pernah mengajakku berbicara secara pribadi di ruangan tertutup, entah karena hal itu dilakukannya atas inisiatif sendiri atau karena dorongan dari Bapak pemilik bimbel, yang pasti, dalam pertemuan secara empat mata itu ia memotivasiku secara khusus karena dahulu, aku sosok yang terlalu banyak mengeluh dan banyak mengeluh. Dia bahkan berkata, "duh, Tya, lu tahu, nggak, sejak awal gue ketemu lu, gue selalu memandang lu sebagai saingan yang setara buat gue! Daya analisis lu, tuh, tajam banget! Tapi ... what's wrong? Lu banyak mengeluh, lu merasa minder, lu merasa diri lu nggak ada apa-apanya dibandingkan yang lain."

Ah, benar juga. Rupanya selama ini aku terlalu banyak mengeluhkan masalah dalam hidupku, hingga aku hampir tak ingat untuk menghitung berkat yang sudah Tuhan berikan dalam hidupku. Berkat yang berlimpah ruah itu baru aku sadari sekarang. Ironis sekali, bukan?

Kepada ke dua temanku, L dan N—maaf, belum waktunya bagiku untuk menyebutkan nama asli mereka sekarang—aku di sini juga menantikan mujizat-Nya agar kalian dapat diterima di jalur ujian tulis. Untuk L, aku ingin kamu diterima menjadi mahasiswi Jurusan Sastra Jepang UI, sesuai dengan apa yang kamu harapkan, kagumi dan cintai selama ini, dan untuk N, aku juga ingin kamu diterima menjadi mahasiswi Jurusan Ilmu Filsafat UI, sesuai dengan impian yang telah kau patrikan di dalam hati dan pikiranmu. Aku ingin kita bersama-sama dengan lantang menyebutkan slogan we are yellow jacket dan lulus S1 dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Percayalah, dalan keadaan galau seperti inipun, aku tetap berdiri ... menantikan kalian di pintu gerbang FIB UI. Tetap semangat untuk kalian berdua!!!

No comments:

Post a Comment

Mau sambil diskusi, silakan ... mau sambil promosi, silakan juga ... yang penting tetap menjaga tatakrama di dunia maya.